Tanah Kelahiran Rasulullah
Tanah semenanjung tempat kelahiran
Rasulullah terletak di bagian barat daya benua Asia, bernama Jazirah Arab,yang
adalah daerah gurun pasir dengan luas sekitar 12.000 mil persegi, dan hampir
sepertiganya adalah tanah pasir. Sekarang (th.2001) berada dalam pemerintahan
Kerajaan Saudi Arabia.
Peta tempat kelahiran Nabi dapat
dilihat pada gambar berikut.
Hasil tanah Arab waktu itu adalah
kurma. Binatang yang hidup di sana adalah unta, di samping kuda Arab.
Kota tempat lahir Nabiyullah adalah
kota Makkah (Mecca). Kota ini sejak lama sudah menjadi kota pusat keagamaan, tempat
berkumpul, dan melaksanakan upacara bagi tanah Arab. Di dalam kota Makkah
terdapat Ka’bah, yaitu rumah suci pertama di dunia. Ka’bah semenjak jaman yang
amat tua telah menjadi tujuan ziarah dari segenap penjuru tanah Arab, dan di
dana terpasang batu hitam di salah satu sudutnya (Hajar Aswad), yang sampai
sekarang dimuliakan orang, dicium oleh orang-orang yang mengerjakan ibadah
haji.
Keadaan Bangsa
Arab Masa Itu
Pada masa itu keadaan bangsa Arab
disebut berada di jaman jahiliyah. Mayoritas adalah penyembah berhala. Di
Ka’bah sendiri terdapat tidak kurang dari 360 berhala untuk disembah. Di
beberapa tempat ada juga yang beragama Nasrani dan Yahudi.
Keadaan wanita pada masa itu sangat memprihatinkan.
Seorang lelaki boleh beristri berapapun. Jika ia meninggal dunia,
istri-istrinya bisa diwariskan kepada ahli warisnya. Kaum wanita tidak punya
hak untuk mendapat waris dari suami, ayah, atau keluarga mereka.
Kehinaan derajat perempuan pada masa
itu menyebabkan banyak yang tidak suka jika mempunyai anak perempuan. Jika
seorang bayi lahir ternyata perempuan, maka ditimbunlah anak tersebut dengan
tanah langsung dikubur.
Keadaan ini menyebabkan populasi
kaum wanita menjadi berkurang, sehingga lahirlah perkawinan poliandri, yaitu
seorang perempuan bersuamikan beberapa laki-laki. Di samping itu, seorang lelaki
bisa berhubungan secara tidak syah dengan perempuan lain. Seorang wanita yang
sudah bersuami dapat mendapat ijin dari suaminya untuk berhubungan dengan
laki-laki lain.
Perjudian
dan minuman keras di kalangan bangsa Arab masa itu dianggap sebagai tanda
kehormatan.
Perbudakan meluas. Mereka
memperlakukan budak-budak sebebas-bebasnya. Bahkan hidup dan mati seorang budak
tergantung pada tuannya.
Pra Kelahiran Rosulullah saw
Penggalian Sumur Zam-Zam
Tugas menyediakan bahan makanan dan
air minum bagi jamaah haji merupakan hal yang sangat sulit pada waktu itu.
Untuk mengatasi kesulitan air tersebut, Abdul Muthalib berencana untuk menggali
kembali sumur (zam-zam) yang telah lama tertimbun. Ini adalah pekerjaan sulit
dan banyak memerlukan tenaga. Pada waktu itu Abdul Muthalib baru mempunyai
seorang anak saja, Harith. Sedangkan untuk minta bantuan orang lain sukar
diharapkan.
Untuk melaksanakan rencana tersebut
Abdul Muthalib berdoa agar diberi anak yang banyak. Bahkan ia bernadzar akan
menyembelih salah seorang anaknya untuk kurban bila doanya dikabulkan. Beberapa
tahun kemudian lahirlah anak-anaknya, di antaranya adalah Abu Thalib, Abbas,
Abu Lahab, Zubair, dan Abdullah. Penggalian sumur pun dapat dilaksanakan oleh
Abdul Muthalib dengan bantuan putra-putranya.
Setelah penggalian sumur selesai,
Abdul Muthalib berniat melaksanakan nadzarnya, yaitu menyembelih salah seorang
putranya sebagai kurban. Dengan disaksikan banyak orang, Abdul Muthalib membawa
anak-anaknya ke dekat Ka’bah, lalu diundi siapa yang akan dijadikan kurban.
Dari undian itu ditentukan bahwa Abdullah yang akan di-kurban-kan.
Abdul Muthalib kemudian membawa
Abdullah ke tempat penyembelihan di dekat sumur zam-zam, dan bersiap-siap untuk
menyembelih Abdullah. Masyarakat menentang rencana Abdul Muthalib. Mereka
menyarankan agar menghubungi perempuan ahli nujum di Yatsrib. Di hadapan wanita
ini dilakukan undian lagi, yang akhirnya Abdullah tidak jadi disembelih.
Sebagai gantinya disembelih 100 ekor unta. Peristiwa ini menjadikan nama Abdul
Muthalib dan Abdullah terkenal di seluruh tanah Arab. Tidak lama kemudian
Abdullah menikah dengan Aminah dan tinggal di Mekkah.
Abrahah
Pada tahun kelahiran Nabi ada
peristiwa besar. Pasukan berkendaraan Gajah yang dipimpin oleh Abrahah berniat
hendak menghancurkan Ka’bah. Ka’bah sebagai rumah Tuhan setiap tahun diziarahi
orang-orang Arab. Hal ini menyebabkan kota Makkah menjadi ramai dan penduduk
Makkah yang menguasai Ka’bah mendapat penghidupan yang layak.
Abrahah adalah seorang panglima
perang Kerajaan Habsyi (kini Ethiopia) yang beragama Nasrani, yang mengangkat
diri sebagai Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah
itu. Ia membangun gereja besar dan berusaha membelokkan orang-orang agar
berziarah ke gerejanya. Namun demikian bangsa Arab tetap menziarahi Ka’bah
setiap tahunnya, dan tidak mau menziarahi gereja Abrahah. Abrahah lalu berniat
hendak menghancurkan Ka’bah. Ia mengira jika Ka’bah hancur, pasti orang-orang
akan tidak akan mengunjungi Makkah lagi, dan berziarah ke gerejanya.
Abrahah mengerahkan pasukan besar
dan berkendaraan gajah untuk menyerbu Makkah. Di dekat kota Makkah pasukan itu
berhenti. Abrahah mengutus kurir, Hunata, untuk menemui Abdul Muthalib. Abdul
Muthalib hanya pasrah karena ia bersama rakyat Makkah tidak mampu melawan
pasukan Abrahah tersebut. Ia bersama penduduk Makkah mengungsi ke luar kota
Makkah. Abrahah merasa girang karena tidak mendapat perlawanan. Kemudian ia
bersama pasukannya memasuki kota Makkah dan hendak menghancurkan Ka’bah.
Tetapi tiba-tiba Allah SWT
menampakkan kekuasaan-Nya, dengan mengutus burung-burung Ababil yang membawa batu
yang bernama Sijjiil.
Batu-batu itu dijatuhkan kepada pasukan Gajah sehingga pasukan itu mati bersama
Gajahnya. Kejadian itu membuat Abrahah panik dan melarikan diri kembali ke
Yaman. Tetapi Abrahah pun menemui ajalnya. Al Qur’an menceritakan peristiwa ini
dalam Surat Al-Fil. “Apakah
kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara
bergajah? Bukankan Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan
Ka’bah) itu sia-sia ? Nan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu-batu cadas yang terbakar,
maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat”.
Dari Kelahiran Sampai Nikah Rasulullah saw
Kelahiran Nabi SAW
Usia Abd’l-Muttalib sudah hampir
mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abrahah mencoba menyerang Mekah
dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh
empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd’l-Muttalib jatuh
kepada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra ketika
itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat.
Pada hari perkawinan Abdullah dengan
Aminah itu, Abd’l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari
perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia. Abdullah
dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat
kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin
puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib.
Beberapa saat setelah perkawinan,
Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan
isteri yang dalam keadaan hamil. Dalam perjalanannya itu
Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza
dan kembali lagi. Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di
Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang
dengan kafilah ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat
saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan
dia.
Abd’l-Muttalibmengutus Harith -
anaknya yang sulung - ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh.
Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan
sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah.
Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian
adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati
Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan
kebahagiaan hidupnya.Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor
unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman -
yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan
berarti suatu tanda kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan.
Aminah melahirkan beberapa bulan
kemudian. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd’l Muttalib di Ka’bah,
bahwa ia melahirkan seorang anak laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu
setelah menerima berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira
sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada. Cepat-cepat ia
menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia
diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup
dikenal.
Mengenai tahun ketika Muhammad
dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada
Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah
pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.
Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal
ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah
mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya
mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi
orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab
Abd’l Muttalib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar